2. Bagaimana Gambaran Pembelajaran di kelas 1
Oleh Hanik Mardhiyatin, S..Ag.
Tantangan hari ke 3
Bagaimana pelaksanaan pembelajaran di kelas 1?
Gambaran pelaksanaan pembelajaran di kelas 1 di Indonesia sangatlah variatif. Antara satu sekolah dengan sekolah lain, pelaksanaan pembelajarannya tidaklah sama.
Bagi sekolah-sekolah favorit, apapun model kurikulumnya, tak ada kendala.
Lantaran siswa sudah memiliki kemampuan dasar Calistung ( Baca, tulis dan hitung ). Untuk sekolah Agama, calon siswa kelas 1, sudah trampil Calistung dan mengaji.
Beda dengan situasi di sekolah pedesaan, pelosok atau terpencil. Calon siswa benar-benar belum memiliki kemampuan Calistung dan mengaji. Kenapa hal ini terjadi? Karena dalam kurikulum TK tidak boleh diajarkan materi membaca. Sementara orangtua di rumah tidak memberikan bimbingan membaca putra-putrinya. Tidak semua orangtua memiliki kemampuan mengajar membaca. Belum lagi kesibukan rumah tangga dan mencari nafkah yang menguras waktu dan tenaga.
Disisi lain, sebuah realita bahwa kurikulum kelas 1 SD/MI tidak mengajarkan cara membaca dasar. Buku-buku pegangan siswa berisi bacaan panjang, dan lebih mengarah pada aspek pengetahuan.
Dari segi jumlah mata pelajaran, siswa dibebani dengan banyak mata pelajaran. Semua mata pelajaran wajib diikuti siswa. Tidak ada mata pelajaran pilihan. Adapun mata pelajaran wajib yang diajarkan di kelas 1 SD meliputi Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, PPKN, SBDP, Penjaskes, dan Bahasa Daerah. Untuk sekolah favorit ditambah Bahasa Inggris dan TIK (komputer). Bagi sekolah kwalifikasi Islam, seperti MIN, SD/MI Yayasan Islam, Mata Pelajaran Pendidikan Agama terbagi menjadi Mata pelajaran Al Qur'an Hadits, Fiqh, Aqidah Akhlaq, Bahasa Arab dan Tahfidz.
Bagi siswa yang belum mampu Calistung, membuat dirinya bingung. Di sinilah terjadi ketimpangan pelaksanaan pembelajaran.
Bagi sekolah yang memiliki pendidik kreatif, akan berupaya membuat skala prioritas. Mana pembelajaran yang harus dikuasai siswa terlebih dahulu. Tentunya Materi Calistung menjadi skala prioritas bagi pembelajaran siswa lelas 1 SD atau MI. Meskipun harus keluar dari kurikulum.
Dari segi uji kompentensi/ tes, siswa SD dan MI kelas 1 wajib mengikuti tes formatif (ulangan harian) dan tes Sumatif (ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester). Pada prakteknya, pelaksanaan tes Sumatif dilaksanakan bersama-sama dalam satu kecamatan atau satu kabupaten. Di mana soal tes dibuat bersama-sama. Hal ini bertentangan dengan prinsip penilaian, Seharusnya penilaian dibuat guru pengampu di kelas tersebut, sesuai materi pembelajaran yang telah pelajari siswa.
Apa dampak negatif dari kurikulum yang amat berat bagi siswa?
Pertama, kurikulum di Indonesia sangat memberatkan siswa yang belum memiliki kemampuan dasar Calistung dan Mengaji.
Bagi siswa yang belum menguasai calistung, tentu merasa sangat berat belajar di kelas 1. Bagaimana dapat mengikuti pembelajaran, sementara dirinya belum mampu membaca, menulis dan berhitung. Demikian pula dalam memahami mata pelajaran agama, bagaimana siswa mampu belajar Bahasa Arab, sementara ia belum bisa mengaji.
Kedua, membuat beberapa pendidik apatis terhadap kemampuan dasar siswa dalam hal Calistung dan mengaji.
Selain memberatkan siswa, masih banyak pendidik yang kurang memahami kemampuan dasar siswa. Seharusnya siswa yang belum mampu calistung, dibimbing belajar calistung. Namun sebagian pendidik merasa tuntutan kurikulum yang amat banyak, maka siswa yang tidak mampu membaca dibiarkan begitu saja. Siswa tetap dinaikkan ke kelas 2, meskipun belum mampu membaca. lebih parah lagi pendidik tersebut berpendapat bahwa Toh nantinya anak otomatis mampu membaca, kalau sudah naik di kelas atas. Lagi-lagi siswa yang jadi korban kurikulum.
Ketiga, kurikulum di Indonesia memperlambat kemajuan literasi bangsa.
Tanpa memperhatikan kemampuan dasar siswa dari segi Calistung dan mengaji, keberhasilan literasi bangsa sulit dicapai. Tanpa peningkatan kemampuan dasar Calistung dan mengaji, selamanya siswa berada dalam kebingungan. Siswa hanya datang dan pulang sekolah saja. Tak ada pembelajaran yang berhasil dicapai siswa. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran di jenjang selanjutnya.
Kurikulum kelas 1 SD/MI di Indonesia hanya cocok untuk sekolah favorit
Mengapa model kurikulum apapun pasti cocok untuk sekolah favorit? Karena di sekolah favorit tersebut input siswa bagus, pendidik berkompeten, dan sarana prasarana tersedia .
Dari segi input siswa kelas 1, sekolah favorid berhak mengadakan seleksi Calistung dan mengaji. Dengan banyaknya peminat, sekolah mengadakan seleksi ketat. Hanya siswa pandai saja yang diterima. Pembelajaranpun dapat berjalan dengan baik. Siswa telah menguasai kemampuan dasar Calistung dan mengaji.
Dari aspek Pendidik, Setiap sekolah favorid pasti memiliki pendidik yang handal. Sekolah sangat selektif dalam melakukan rekruitmen tenaga pendidik baru. Bahkan sekolah memberlakukan masa training baru pendidik baru. Apabila dalam masa training pendidik tidak mampu bekerja dengan baik, maka lembaga memberhentikan pendidik tersebut. Demikian pula dalam memberikan honorer bagi pendidik. Besar kecilnya pendapatan masing-masing guru tidak sama, tergantung seberapa bagus kinerjanya. Lama tidaknya pengabdian juga menjadi pertimbangan dalam pemberian gaji.
Salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran adalah ketersediaannya sarana pra sarana. Sarana pra sarana di sekolah-sekolah favorid selalu tercukupi.
Penulis mendapatkan penjelasan dari Bapak Kepala MIN 1 Malang, ketika study banding di sana. Beliau menunjukkan 2 lokal kelas yang selesai dibangun plus perlengkapannya. Kedua lokal kelas tersebut dibangun dari swadaya Komite. Semua murni usaha dari komite sekolah. Dengan sarana dan prasarana yang lengkap, mempeemudah guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran.

Komentar
Posting Komentar