BAB II GAMBARAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN DASAR (SD KELAS 1) DI INDONESIA.
Hari ke 2
1. Bagaimana Prosedur Penerimaan Peserta Didik Baru
Sebelum membahas lebih jauh bagaimana prosedur penerimaan peserta didik baru, penullis akan membahas karakteristik pendidikan dasar di Indonesia. Ada 3 katagori pendidikan dasar, yaitu pendidikan dasar negeri milik Kemendikbud (SDN), pendidikan dasar negeri milik kementrian Agama (MIN) dan sekolah swasta milik yayasan (SD/MI). Ketiga jenis pendidikan dasar tersebut memiliki tingkat kemajuan yang berbeda-beda. Kebijakan dan pembiayaanpun berbeda-beda. Semakin maju suatu lembaga pendidikan, semakin mahal pula biayanya. Kualitas sebuah lembaga pedidikan, sangat dipengaruhi oleh seberapa besar biaya yang dikeluarkan.
Sekolah favorid, baik negeri maupun swasta, sangat diminati masyarakat. Misalnya MIN 1 Malang. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan Drs. Suyanto, M.Pd.( Kepala Madrasah MIN 1 Malang) ketika penulis study banding, tanggal 28 September 2019, penulis menemukan realita yang sungguh menakjubkan. Pendaftaran Peserta Didik Baru MIN 1 Malang hanya dibuka sehari saja. Pendaftaran dibuka dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.00. Pendaftar calon peserta didik melebihi 4 kali lipat dari daya tampung madrasah. Daya tampung siswa kelas 1 hanya 250 siswa, sedangkan jumlah pendaftar ada 1000 siswa. Otomatis ada seleksi ketat dalam penerimaan peserta didik baru. Orangtua calon wali siswa berupaya semaksimal mungkin dalam membekali kemampuan Calistung dan mengaji pada putra-putrinya. Dengan harapan dapat diterima sebagai siswa kelas 1 MIN 1 Malang.
Sebagai contoh lain dari sekolah swasta yang favorit, misalnya SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. sekolah ini sangat selektif dalam menerima peserta didik baru. Mengapa perlu ada seleksi masuk? karena memang SD Muhammadiyah Sapen sangat diminati masyarakat. Orangtua berharap putra-putrinya dapat belajar di sana. Orangtua berlomba-lomba mempersiapkan kemampuan Calistung putra-putrinya. Orangtua juga mempersiapkan kemampuan baca al Qur'an putra-putrinya, meskipun harus mencari guru privat, baik di rumah atau di lembaga. Tahun 2000, penulis pernah menjadi guru kontrak Baca Iqro' ( mengaji) di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Setiap tahun, SD Muhammadiyah Sapen selalu membuka rekruitmen guru kontrak Baca Iqro' di tiap awal tahun ajaran baru. Tugas guru kontrak Baca Iqro' adalah membantu guru agama dan guru kelas dalam menuntaskan kemampuan baca al Qur'an siswa kelas 1, dengan masa kontrak 3 bulan. Setiap kelas ada 5 guru kontrak Baca Iqro' dan seorang guru kelas. Sebagai gambaran, waktu itu, SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta menerima peserta didik baru sebanyak 210 siswa, dengan jumlah rombel ada 7 rombel. Karena kuota siswa perkelas ada 30 siswa, maka per guru bertugas membimbing 5 siswa dalam kelas tersebut. Kegiatan membaca Iqro dilaksanakan 4 kali dalam seminggu. Dalam waktu 3 bulan, siswa kelas satu telah tuntas membaca buku Iqro'. Buku Iqro' adalah buku panduan membaca al Qur'an, yang terdiri dari 6 jilid. Diawali dari mengenalkan bacaan huruf lepas berharokat fathah sampai dengan bacaan panjang dengan huruf sambung seperti dalam al Qur'an.
Sungguh sangat ironis apabila penulis melihat jauh ke pelosok negeri, daerah tertinggal dan terpencil. Jangankan fasilitas yang memadai, gedung sekolah permanenpun tak ada. Sebuah ruangan berpapan kayu, berlantai tanah dan beratap bocor sebagai ruang belajar. Listrik dan Jaringan internetpun tak ada. Bagaimana siswa dapat belajar dengan baik, kalau fasilitas tak ada. Orangtua disibukkan dengan pekerjaan rutin di ladang. Tak sanggup membimbing belajar putra-putrinya. Jangankan buat les privat, makanpun tak ada.
Penulis saat ini mengajar di MI Ma'arif Sendang, Pengasih, Kulon Progo. Letaknya di kaki bukit menoreh. Pertama kali pindah tugas tahun 2010, jumlah siswanya 46 siswa . itupun dari kelas 1 sampai 6. Ruang kelas tidak memadai. Tiga kelas disekat menjadi 6 ruang kelas. Sekarang, tahun 2021 jumlah siswa mencapai 122 siswa, dari kelas 1 sampai kelas 6. Meskipun bantuan gedung perpustakaan tahun 2010 telah difungsikan sebagai kelas, ditambah membangun 1 ruang kelas, namun ketersediaan ruang kelas masih kurang. Alhamdulillah ada wali siswa yang bersedia meminjamkan rumahnya untuk pembelajaran siswa-siswi kelas 4. Harapan penulis ada alokasi anggaran dari pemerintah untuk menyediakan ruang kelas di MI Ma'arif Sendang. Karena MI Ma'arif Sendang tidak memungut biaya uang gedung dan SPP dari wali siswa, mengingat keterbatasan ekonomi. Meskipun dalam kondisi keterbatasan, para pendidik di MI Ma'arif Sendang selalu berupaya memberikan pelayanan maksimal pada siswa. Terbukti sering menjuarai perlombaan di tingkat propinsi DIY. Misalnya, bulan November 202O, Ahnaf (siswa kelas 6) MI Ma'arif Sendang berhasil meraih medali emas (juara 1) dalam kejuaraan lomba KSMO Matematika jenjang MI tingkat Propinsi DIY.
Dalam hal penerimaan peserta didik baru, sekolah-sekolah dalam keterbatasan, ini tidak pernah mengadakan seleksi. Semua pendaftar diterima. Tidak ada persyaratan mampu Calistung dan mampu membaca AlQur'an, meskipun sakolah tersebut milih yayasan Islam. Sehingga input siswapun bermacam-macam. Sebagian kecil sudah bisa membaca dan menulis. Namun mayoritas siswa belum bisa baca tulis, bahkan ada yang belum mengenal huruf.

Komentar
Posting Komentar